Mengenai Saya

Foto saya
I love writing, learning, cooking, watching some cartoon films such, sponge Bob, naruto, the legend of Aang.

BELAJAR DARING DI KELAS RPL #Day22AISEIWritingChallengeHaluRasaBingung

 

HALU RASA BINGUNG



Sesampainya dia di jalan Gaharu 3, dimana Bapak Rahmat, ayah Mirna, tinggal bersama empat adiknya yang masih butuh pendidikan menengah dan dasar sedang mengerjakan dengan 2 gawai yang digunakan bergantian.

           “Heru, sudah makan belum adik-adik?” tanya Mirna ke Adiknya yang berada di sebuah SMK Negeri. Dia yang mengurus 3 adiknya yang SMP dan SD

           “Sudah, Teh. Aku tadi bikinin Telor dadar semuanya.”

           “Ini teteh beliin Gado-gado buat kalian. Makan ya buat siang ini.” Lalu dia menuju ke dapur. Menanakkan nasi untuk adik-adiknya, memasakkan sayur bayam, ikan cue pedes dan tempe goreng. Sebagian dia ambil untuk anak, Sandyakalaning dan suaminya makan.

            “Ada yang susah engga? Ngerjain soalnya dek?”

            “Teh, Kata guru produktif harus bikin analisis chart. Aku engga bisa kerjain karena kan ga ada komputer”

            “Kapan harus selesai de?” tanyanya ke Heru.

            “Besok, Teh. Tugasnya udah dua minggu yang lalu”

            “Ya udah. Teteh sore ke sini lagi ya. Kamu bantuin asik’adik ya.”

            “Ini, Uang kalau ada apa2 ya.” Mirna memberikan Heru lima puluh ribu sebagai pegangan.

            “Tedi, Susan, Radiani.. Teteh Pulang dulu ya; Sandhya sudah nungguin di rumah teman teteh.”

            “Iya teh.”

            “Heru, bilangin bapak. Makan, biar enggak kumat asam lambungnya”

            “Iya teh..” sambil mengantarkan Mirna ke empat adiknya mencium tangan Mirna dengan santun.  Mirna berjalan kurang lebih delapan ratus kilo dari tempat dia menitipkan Sandhya ke rumah ayahnya. Sampailah dia di rumah Wanidya.

            “Hai, sayang..” sapanya pada Sandhya

            “Alhamdulillah, bunda aku datang.” teriaknya ceria.

            “Eh.. Mir; dari tadi Sandhya nanyain terus.” Jam memang sudah menunjukkan pukul 12. Sepertinya Sandhya tahu, ibunya terlambat.

            “Tadi, kerumah ayahku dulu. Liatin adik-adiku.”  Jelasnya

            “Gimana mereka? Sehat?”

            “Sehat, Cuma ayah aku kemarin sakit Asam lambung, mungkin pikiran kali.” Senyum nya kecut sambil memalingkan wajah agar tak terlihat oleh Wanidya, kesedihannya.

             “Masya Allah. Semoga bapak segera sembuh ya Mir”

             “Aamiin. Makasih ya Wanidya. Udah mau nungguin anakku; aku belum bisa kasih apa-apa sekarang ini ya.”

             “Kayak ama siapa aja, Mir. Aku punya pisang, bawa ya.. buat Sandhya”

             “Iya makasih ya Wanidya. Aku pulang dulu.” Sambil meminta Sandhya untuk mencium tangan Wanidya.

              “Tante, besok aku boleh ya main lagi sama Gani ya?”

              “Boleh dong, Gani, besok Sandhya main lagi katanya boleh engga?” dijawab dengan anggukan dan senyum anak yang gempal karena apa yang enak dilahapnya dalam sekejap. Sementara melihat Sandhya, sangat berbeda. Sandya sangat aktif dalam mengerjakan apapun, gesit memutar otak ketika memainkan sesuatu permainan tertentu. Sandhya juga memakan apa yang diberikan oleh ibunya. Dia tidak suka jajan karena Mirna tidak membiasakan. Mirna membuatkan makanan sesuai kebutuhan anaknya.

              “Unda, aku teh ya.. tadi main ma Gani. Eh Gani teh kasian unda. Dia engga bisa lari. Kalau lari dia langsung keringetan.” Sepanjang jalan menuju rumahnya. Sesampai di rumah. Mirna melihat ada sepatu wanita yang bukan punya dia. Pintu rumah terkunci. Mirna menggunakan kunci yang diberikan untuknya. Tidak bisa masuk.

             “Assalamu’alaikum..?!” panggilnya sambil mengetuk pintunya.

             “Napa, Unda..” Mirna tegang. Pikirannya melayang kemana-mana.

             “Engga papa nak. Bunda, belum bisa buka aja.” Menenangkan anaknya.

             “Kamu ngantuk, sayang?”  tambahnya lagi

             “Iya.. un..”

             “Sini Unda gendong”. Tidak lama digendong Sandyakalaning tertidur. Mirna menunggu pintu rumahnya terbuka. Dia merasakan ada yang aneh. Tadi pagi, dia mengunci pintu dari luar. Kuncinya dibawa dia. Kenapa ini susah dibuka, pikirnya setelah menidurkan Sandyakalaning di dipan panjang yang sengaja diletakkan di depan rumahnya.

              “Haahh, ko sekarang bisa?” pikirnya, sepatu perempuannya tetap ada. Dia buka pintu dan melihat masuk sebelumnya dia simpan sepatu perempuan dia bawa masuk. Dan di dalam tidak ada siapa-siapa, kosong. Dia kembali ke depan dan menggendong anaknya hati-hati untuk dia tidurkan.

  Mirna menunggu suaminya pulang, kebingungannya masih ada dalam pikirannya. Halusinasi yang dia rasakan membuatnya semakin takut ketika berada dalam rumah, belum lagi hujan lebat mengguyur dan petir menggelegar membuat dirinya makin dalam berhalusinasi Ada Apakah gerangan yang baru saja terjadi?

1 komentar:

  1. Sepertinya sang suami masih di Cafe Melati, Jl. Panarukan 12 A.
    .

    Deg...deg...deg...

    BalasHapus

your opinion