Mengenai Saya

Foto saya
I love writing, learning, cooking, watching some cartoon films such, sponge Bob, naruto, the legend of Aang.

Jumat, 11 Desember 2020

#Day12DesAISEIWritingChallengePertiwiVSVirus

 






Sambil terkantuk-kantuk di tengah malam buta, saya coba mengantarkan kata  atau kalimat yang hanya untaian ketika saya merasakan kesedihan mendalam sebagai pendidik. Salahkah saya ketika mendidik? Sehingga banyak putri-putri kita lebih memilih bergincu kimia di banding memakan sirih saat ini.  Gincu alami dari “Nyepah” lebih cantik dan bermanfaat bagi imun tubuh manusia; Kecuali Pinang yang harus dikonsumsi sesuai kebutuhan dan tidak dengan tembakau karena justru mengakibatkan munculnya sel kanker.

Saya tuliskan puisi ini untuk gadis-gadis belia menyambut hari ibu tanggal 21 Desember 2020; fenomena yang terjadi saat ini mereka masih berperilaku yang tidak menjadi panutan bagi anak-anaknya kelak. Hitam legam kehidupan sesorang, karena dia tidak mempelajari agamanya dengan penuh ikhlas. Hidup itu bukan untuk hari ini, besok saja tetapi nanti ketika waktu yang ditentukan Tuhan telah digariskan.

Allah hanya mengingatkan bahwa yang mampu membantu gadis-gadis/ wanita-wanita (termasuk saya) itu adalah amalan kebaikan, do’a anak-anak yang sholeh, Ilmu yang bermanfaat. Ku sampaikan pesanku padamu.

Dulu wajahmu dipoles bedak

Sedikit, cantiknya bukan main

Bibir berlapis gincu dari pinang, gambir dan sirih

Terasa pahit,

Tapi kau kuat dan tetap cantik.

 

Dulu.. sekali

Kakimu tak beralas,

No problem.

Terik mentari tak membuatmu gentar

Jalan terus pantang mundur.

Demi sesuap nasi untuk anak-anak

Kamu rela memanggul beban kayu bakar, teh,

lontong, pecel untuk dijual

pada tengkulak dan tuan tanah.

 

 

 

Kini

Tidur di tikar rumbia

Bagai orang yang tak punya apa-apa

Menangis tersedu-sedu

Ingin intan dan berlian di

Pergelangan kaki.

 

Lucunya dirimu,

Tak alang buatku tertegun sesaat.

Itukah kamu sekarang?

 

Wajah penuh peluh oil

Gincumu; gincu buatan pabrik

Buat bibirmu makin menyon ke kanan atau ke kiri.

Tak pantas mematut diri jika untuk Pamer pada lelaki.

Tabu!!

Nenek moyang kita berkata.

Hargai dirimu

Jaga dirimu

Jauhi kerlap-kerlip hidup

Yang tak penting

Tapi kau berlari menghamba

Pada lembaran merah dan biru

 

Kubaca lagi dari gelap terbitlah terang,

Beliau harap,

Dirimu jadi penerang

Anak-anakmu kelak;

Bukan menjadi gelap

Dengan

Bantai diri dan anak-anakmu.

 

Salahkah aku?

         Alif, ba, ta, tsa..

         Hanya itu yang kamu tahu?

         Salahkah aku?

         Bagaimana anak-anakmu makan kelak?

         Haruskah dengan cara yang sama?

         Naudzubillah.

 

         Iqro’

         Bacalah atas nama Tuhanmu

         Bacalah bumi,

         Bacalah air,

         Bacalah udara,

         Bacalah perilakumu,

         Bacalah tuntunan Hidupmu.

        

        Tak ada waktu berkemas.

        Vrus menyerang membabi buta

        Tak kan sempat menyelamatkan diri

        Tak kan mampu melawan pasukan

        Tak kasat mata,

         Mereka ada

         Mereka bergerilya

         ke dalam sel manusia.

         Memakan imunmu

 

         Apakah kau sadar?

         Allah ciptakan

        Agar kita semua

        Membaca..

        Bergerak..

        Menguatkan diri

        Melapisi dengan tawakal Ilallah

Ayun kan kaki dalam

          Damai

             Istighfar tanpa henti, dzikir pada-Nya,

             Vitamin jiwa yang tak pupus hingga

             Dia menyerang hati dan parumu.

       Ku harap                    Sendu itu hilang dari peraduan

           Hingga 

        Sangkakala ditiupkan

            

Medio Sumedang, 20 Desember 2020

1 komentar:

  1. Menyentuh smpai ke relung sanubari ibu..
    Semoga pandemi yang menimpa kita saat ini menjadi cambuk pada kita untuk menyadari dan segera berbenah menata hati menata diri untuk kembali kepadaNya mengamalkan ajaranNya hingga kita bisa selamat dari bahaya yang mengintai.

    BalasHapus

your opinion