GARA-GARA SEPATU
Sambil
menunggu suaminya selsai mandi, Mirna menyiapkan kebutuhan suaminya. Sambil
mengambil komputer miliknya. Dan memberikan kepada Heru Sandhya mengikuti
pamannya.
“Mang.. main yang ada bonekanya..
mang..”
“Iya, mang kerjain tugas dulu ya.
Neng main dulu ma bunda.” Jawab Mirna.
"huaaaaa... ga mau.. aku mau main..
game boneka...” Sandhya mulai nangis. Hari yang baru selesai langsung
“Eh.. ko anak ayah cengeng.”
“Ayah.. aku.. aku kan... mau main
game boneka.huuummm” adunya pada ayahnya, sambil terus bermanja-manja.
“Mamang Heru sedang mengerjakan
tugas. Nanti ibu gurunya marah kalau mamang eggak selesaikan tugas. Teteh
Sandhya kan anak pinter. Jadi main nya di game ayah aja. Main game bola ya..”
“Ga mau ayah. Aku kan anak
perempuan. Main bola untuk anak laki-laki. Ayah main sama Gani aja. Aku mau
bo
neka.. ayah...” rengeknya.
Di ruang tamu, Mirna mengajarkan
Heru bagaimana menggunakan komputer untuk cepat dalam mengerjakan analisis dari data yang dia punya tentang penjualan Toko ayahnya yang juga guru
honorer. Mirna mendekat ke suaminya untuk mengambil anaknya. Dia tahu suaminya
lapar.
“Teteh,
pake ini ya ada bonekanya” sambil dipasangkan ke game boneka.
“Unda..
makasih. “
“Sama-sama”
Hari
hanya senyum melihat istri dan anaknya bercakap-cakap. Ini yang tidak bisa dia
dapat dari manapun.
“Ayah
tadi pulang engga?” Tanya Mirna ke Hari
“Engga, kenapa gitu?”
“Tadi
waktu aku pulang ke rumah dengan Sandhya. Rumah ko seperti ketutup dari dalam.
Aku engga bisa buka dari luar; terus ada sepatu perempuan lagi. Kan waktu kita
berangkat pagi engga ada sepatu ini”
“Sepatu apa?”
“Sepatu
Perempuan. Sebentar aku ambilin” Suaminya melanjutkan makannya dengan nikmat.
Lalu mendengar Istrinya memasuki lagi dapur.
“Ini
aa. kenal engga sepatu ini?” tanyanya penuh curiga.
“Engga
tahu.” Sahutnya kalem
“Ini Jelas
bukan punya aku. Tuh kegedean.”
“Pasti
Orangnya, tinggi besar dan cantik” katanya melanjutkan.
“Tadi pagi
ayah kemana?”
“Ketemuan
ma teman di cafe dekat sekolah kamu” menjawab sesuai rasa penasaran istrinya.
“Ngomongin
apa?”
“Kerjaan”
“Terus,
ngapain?” selidik Mirna
“Terus
pulang ke rumah, bawa orang itu ke rumah”
“Oh. Jadi
ini orang yang tadi aa bawa ke rumah, luoa bawa sepatunya?”
“Iya”
“Siapa,
Dia?”
“Riana"
“Kenapa, dibawa ke rumah? sementara rumah kita sedang engga ada orang?”
“Ada orang, kan dia dengan suaminya. Kenapa sepatunya ditinggal?”
“Engga tahu. Besok kamu tanyain dia”
Mirna diam dan tidak lagi bertanya. Tetapi dia seperti tersengat listrik dan
tidak lagi tertarik berbicara dengan suaminya. Dia meninggalkan suaminya
sendirian. Dia membawa serta anaknya melihat adiknya mengerjakan tugas.
Dia pun masuk kamar. Memasukkan baju-bajunya
dan baju anaknya ke dalam tas besar. Dia memakikan jaket ke anaknya. Lalu
melihat pekerjan adiknya.
“Sudah selesai ru?”
“Masih ngerjain teh. Dikit lagi. Untuk
presentasinya, belum.”
“Ya udah kerjainm sok sampai selesai”
“Unda, mau kemana?”
“Dingin, nak. Jadi harus pakai jaket”
sahutnya menjelaskan ke anaknya.
Ketika itu Suaminya yang sudah
selesai makan langsung ke ruang tamu. Mirna membiarkan anaknya bermain dengan
ayahnya. Dia menuju ke dapur dan membereskan meja makan dan mencuci
piring. Setelah itu, dia menyiangi
saturan untuk dimasak. Dia memasakkan sayur sop daging untuk suaminya.
Menyiapkan kebutuhan untuk suaminya. Dia sedang berusaha menghindar melihat
wajah suaminya, sehingga dia sengaja berlama-lama di dapur. Apa saja dia
kerjakan sampai dengan mencuci baju kotor yang biasanya 1 minggu sekali dia
cuci. Kali itu dia selesaikan.
“Teteh... aku udah beres.” Kata Heru
mendekati Mirna di dapur. Heru mengerti perasaan kakaknya. Dia sempat mendengar
kakaknya bertanya tentang sepatu perempuan. Tapi dia tidak mau terlibat lebih
dalam, maka dia tidak berusaha bertanya.
“Mau pulang?” tanya nya
“Iya. Bapak udah telpon.”
“Kan udah engga hujan. Teteh ikut deh
ma Sandhya mau lihat bapak.”
“Mau kemana kau?” tanya Hari
“Mau Ke rumah Bapak, lihat keadaan
bapak. Ga boleh?”
“Besok Aja.”
“Sekarang aja, mumpung Heru ada di
sini. Ayah kan cape habis kerja. Aku dengan Sandhya ke sana nginep. Besok pagi,
Aku pulang untuk beberes.”
“Engga usah pulang sekalian!!!” teriak
Hari.
“Memang nya aku engga ngerti apa maksud
kamu?!” ulasnya keras.
“Baik. Terimakasih sudah pernah menjadi
bagian dari diri saya. Mohon Maaf jika saya tidak bisa memberikan apa yang kamu
mau.”
“Hayu, Heru” ajak Mirna sambil
menggendong anaknya dan membawa tas. Hari menarik Mirna dengan keras. Mirna
melindungi anaknya. Mirna meminta Heru membawa Sandhya ke rumah ayahnya bersama
tas besarnya.
Makin.seru..
BalasHapus. Salah paham emang begitu...
Ego dan gemgsi menjadi satu, hanya dibicarakan baru bisa selesai...
Josss ini ceritanya!!!