Mengenai Saya

Foto saya
I love writing, learning, cooking, watching some cartoon films such, sponge Bob, naruto, the legend of Aang.

Selasa, 17 November 2020

"H2C-Hello Hero Challenge"


PETUAH JITU

MENGHADAPI BELANTARA DUNIA

Oleh Diah Trisnamayanti, S.S.

Pengajar Bahasa Inggris SMK MedikaCom Bandung

Saya di lahirkan sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Ketika saya kecil, saya dan keluarga tinggal di antara masyarakat sipil di wilayah Jakarta Selatan. Kami diajarkan oleh ibu dan bapak untuk shalat lima waktu dan percaya pada Allah S.W.T dan menyayangi pada setiap manusia/makhluk Allah. Mengaji di waktu maghrib adalah kebiasaan yang dibangun oleh Ibu saya pada keempat anaknya. Itu masih kami lakukan hingga saat ini.  

Beliau setelah selesai shalat maghrib menjelang Isya selalu bercerita atau mendongeng tentang nenek dan kakek kami yang berjuang melawan tentara Belanda dan menjelaskan bagaimana peristiwa memilukan dirasakan saat gerombolan DI/TII menyerang paman dan saudara-saudara ibu kala itu. Beliau tidak menyalahkan gerombolan itu. Beliau hanya mengatakan tindakan gerombolan itu tidak terpuji dan jauh dari jalan Allah. Begitupun saat beliau menceritakan bagaimana tetangga-tetangga kami terciduk sebagai pengikut gerakan G30S PKI. Ibu dan Bapak hanya mengajarkan kepada kami bahwa tujuan yang tidak dilandasi oleh Agama dan keyakinan pada Tuhan yang Maha Esa bisa membuat manusia salah arah. Itulah mengapa mereka berdua mengajarkan anak-anaknya menghapal Al Qur’an meskipun Ibu tidak mengetahui metode terbaik untuk menghapal. Saya dan kakak-kakak disekolahkan agama ketika sore hari sepulang dari sekolah negeri saat itu.  Tujuan Ibu bukan membuat kami sibuk les. Tetapi beliau tahu kekurangan beliau yang hanya tamatan Sekolah Rakyat saja, dia ingin anak-anaknya terdidik agar menjadi orang yang selalu dirahmati Allah, lebih dari dirinya.

Ibu dan bapak bukan seorang yang kaya raya. Ibu hanya seorang perawat PNS sebuah rumah sakit ABRI, Bapak hanya seorang tentara prajurit biasa yang juga belajar sebagai perawat di rumah sakit yang sama. Gaji mereka hanya cukup untuk kami makan, maka ibu juga berjualan kelontong seadanya karena di rumah kami tinggal keponakan dan sepupu-sepupu bapak dan ibu. Hidup kami yang pas-pasan tidak membuat ibu dan bapak berputus asa. Beliau mengajarkan kepada kami semangat menjalani hidup yang diberikan oleh Allah. Menurut mereka, semua ada jalannya. Oleh karena itu kami pun diajarkan oleh mereka bagaimana susahnya mencari nafkah yang halal. Kami anak-anaknya diajarkan untuk berbagi tugas. Kakak tertua saya bertugas mengantarkan saya ke pasar membeli bahan masakan yang akan ibu jual di kantin kantor ibu. Ketika kakak tertua kuliah di kota yang berbeda, kakak ke dua menggantikan posisi kakak saya tertua sebagai pengantar ibu atau saya belanja. Adik saya tetap belajar. Setelah beranjak dewasa dan kami sudah berkeluarga tugas kami bertiga menjaga dan merawat ibu dan bapak digantikan oleh adik saya. Semua kami lakukan seperti dalam do’a ibu dan bapak agar kami berguna satu sama lain dan saling mendukung.



Mereka mengajarkan bergotong royong diantara tetangga di kampung kami waktu itu. Tanah seluas 60 meter, dijadikan tempat tinggal kami.  Bahkan Ibu selalu membagi makanan (Kue), yang didapat dari kenduri saat itu menjadi 4 bagian. Ibu memiliki filosofinya sendiri, beliau mengatakan dengan bijak kue ini di bagi 4 bagian agar “kalian berempat bisa saling merasakan bila yang lain sakit dan senang bila kalian mendapat kebaikan ketika ibu dan bapak, nanti tidak ada lagi di dunia”. Apa yang ibu sampaikan kepada kamu adalah benar-benar barakah yang luar biasa. Kami benar-benar terikat satu sama lain ketika ibu dan bapak dipanggil Allah S.W.T. masyarakat di sekitar rumah tinggal ibu dan bapak sangat hormat kepada mereka. Terkadang mereka menjadi pelopor untuk kegiatan amal di sekitar rumah dan desa di mana kami tinggal.

Ibu mengajarkan pada saya sebagai anak perempuan tertua harus mengerti memasak, mencuci, menyetrika, membersihkan rumah, dan menjaga adik selama ibu dan bapak kerja. Ibu saya mengajarkan anak-anaknya dengan cara yang berbeda-beda. Beliau mendapatkan metode ini dengan cara berdiskusi dengan para dokter di rumah sakit di mana beliau bekerja. Pandangan dan wawasan para dokter dijadikan pegangan untuk beliau mengajarkan dan mendidik putra-putrinya sejak kanak-kanak hingga dewasa. Ibu kala itu menceritakan pada saya saat saya bingung mengambil jurusan untuk kuliah. “Diah, ambil jurusan bahasa/Sastra Inggris seperti Teteh (Keponakan ibu saya). Dengan begitu, kalau kamu tidak bekerjapun, kamu bisa mengajarkan anakmu bahasa dengan tutur yang baik, berpikir yang cerdas, dan prigel” Pesan itu yang membuat saya mengambil jurusan Sastra Inggris Universitas Nasional Jakarta, yang waktu itu Rektornya, Pujangga terkenal Sutan Takdir Alisyahbana.  Saya memang tidak lulus tepat waktu seperti teman yang lain. Ketidak adaan biaya dan harus bergantian pembayaran SPP adik, bayar kuliah kakak jadi faktor utama. Tetapi buat saya, itu mungkin cara Allah mengajarkan kepada saya agar tetap berusaha, seperti ibu dan bapak yang berusaha tanpa kenal lelah karena setiap kali pulang kerja mereka berdua meminta saya dan adik bergantian memijit mereka. Dengan cara itu, mereka menyampaikan kasih sayang kepada kami secara tidak kami duga.

Sekeras-keras dan tegasnya bapak, beliau pun mengajarkan dan mendidik putra-putrinya harus berada di posisi yang netral dalam menghadapi konflik apapun. Berani untuk mengatakan yang benar dan mampu untuk memaafkan diri sendiri dan orang lain. Berani juga untuk menerima tantangan dari kehidupan ini. Bapak selalu mengajarkan pada kami sholat berjama’ah baik di rumah maupun di masjid saat bulan ramadhan. Bapak yang mengambil pendidikan anestesi di masa mudanya menjadi perawat mahir di bidang Anestesi. Ketika kami tinggal di lingkungan masyarakat dan di kompleks ABRI tidak satupun dari kami (anak-anaknya) mengenal obat-obatan terlarang maupun pistol. Bapak menyimpannya dengan rapi sehinga tidak satupun dari kami mengetahui hal-hal tersebut. Jika bapak sudah menempatkan di suatu tempat seperti itu, tanda bahwa barang tersebut adalah milik orang lain dan tidak boleh dilanggar. Pernah suatu kali, bapak membawa kokain satu plastik untuk persediaan di rumah sakit yang tidak sengaja bapak bawa malam setelah pulang jaga malam karena ada insiden tertentu saat itu. Kakak saya yang menemukan itu di bagasi motor vespa bapak. Dia justru mengingatkan pada bapak.“Pak, itu di kantung plastik, aku temukan barang yang tidak boleh diketahui oleh orang. Nanti bapak disalahkan, bawa barang itu. Aku simpan di almari bapak di kamar.” Kata kakak saya saat itu.  Pernyataan itu, saya ingat dengan jelas karena saya ada di dekat bapak saat itu. Entah bagaimana kakak saya bisa tahu kalau itu barang yang tidak boleh di bawa ke rumah.

Beliau meminta maaf atas keteledoran meletakkan barang yang beresiko meski itu sama anaknya sendiri sementara dia adalah aparat hukum (ABRI). Itulah hebatnya bapak saya. Dia tidak pernah memarahi anaknya bila memang salah. Tetapi beliau mengajak kami mencari solusi yang tepat dari permasalahan yang ada. Ini pun diikuti oleh kami anak-anaknya dalam menghadapi permasalahan di dalam keluarga inti maupun keluarga besar. Begitupun Ibu saya, beliau tidak berpendidikan tinggi tetapi beliau kaya akan wawasan berpikir sehingga beliau mampu membuat anak-anaknya menjadi sarjana strata satu semua. Menurut ibu, Ibu dan bapak tidak punya harta berlimpah, untuk menjadi lebih dari yang dilakukan ibu dan bapak saat itu. Bagi mereka seorang anak harus belajar kerja keras, banyak membaca, berkomunikasi dengan sopan, bisa menempatkan diri, mampu bangkit sendiri ketika jatuh, harus berbagi, peduli pada sekitar, sayang pada sesama, sayang pada lingkungan.

 Oleh karena itu, beliau berdua di masa tua sudah merelakan kehidupannya akan sepi bila keempat anaknya mulai berlayar dengan sampannya masing-masing. Mereka menjadi panutan kami ketika kami anak-anaknya menghadapi persoalan kehidupan yang nyata kami alami; baik dalam bekerja maupun berumahtangga. Mereka masih memberikan sumbangsih jalan keluar yang baik untuk semua jika mereka mampu. Bila pun tidak, do’a mereka pada Allah S.W.T. adalah bukti yang tidak bisa disangkal. Tiap dari kami ada yang mengalami jatuh dan bangun dalam hidup berkeluarga; kami pasti memimpikan mereka hadir di tengah kami. Mereka memberikan solusi yang tidak emosional. Jika ada perasaan yang emosional terjadi, mereka biasanya mendiskusikan langsung pada orangnya. Saya bangga memiliki ibu dan bapak saya yang meski bukan lah siapa-siapa di mata orang-orang tetapi mereka selalu ada untuk kami dalam hati kami dan kami selalu berjuang untuk hidup dalam kebaikan di jalan allah agar membuat mereka tetap dalam surga Allah.  

Beliau selalu mengingatkan untuk membayar utang bila memang kita berhutang dan tidak membenarkan berhutang. Belajarlah bersyukur dari apa yang dimiliki meskipun hanya sedikit. Kerja keras adalah jawabanya. Jika ada sesuatu terjadi yang tidak sesuai dengan kebijakan secara idealis, katakan sejujurnya dan jauhkan diri dari ambigu persoalan itu. Jangan mencubit bila kamu tidak ingin disakiti, adalah kata-kata bijak yang banyak ibu dan bapak sampaikan pada kami anak-anaknya dan cucu-cucunya.  Sehingga meskipun kami berjauhan tinggal kami - kakak beradik - saling mengawasi dan memberikan dukungan dari apa yang terjadi. Kami lebih sering sharing pendapat bila sesuatu terjadi.

Dasar-dasar dari pemikiran ibu dan bapak yang hanya orang biasa, membuat saya sebagai seorang guru berpikir keras ketika saya harus mendidik siswa-siswi dalam rentang usia remaja. Tiap fase perkembangan seorang anak manusia memiliki perbedaan dan keunikannya sendiri. Itulah mengapa saya mengadopsi pemikiran bapak  dan ibu saya sebagai pola berpikir cerdas dalam mengatasi dilema kehidupan. Analogi cantik yang disampaikan seorang teman guru bahwa hidup layaknya sebuah hutan belantara. Sekolah itu adalah "kawah candradimuka" di mana siswa dan siswi diolah pemikirannya agar mampu menghadapi ganasnya hutan belantara yang kemungkinan ada hewan buas, jurang, kelaparan, kengerian, kelicikan, halusinasi dan lain-lain sehingga dapat keluar dengan tanpa cacat dan selamat. Selain strategi, manusia juga harus berserah diri kepada Tuhan YME (Allah S.W.T) dalam menghadapi segala persoalan. Keselamatan bukan hanya di dunia tetapi keselamatan di akhirat. Itulah pemenang sebenarnya.

Segala upaya manusia adalah proses menjadi pribadi yang lebih baik. Hello to Hero Challenge (H2C) cara terbaik menelusuri kebaikan yang muncul ketika kita hidup. Karena manusia adalah bagian dari pengelolaan sebuah peradaban yang memiliki nalar, intuisi dan akal sehat, maka jadikan diri manusia itu mulia mengelola pemikiran untuk disebarkan pada khalayak dalam kebaikan.

Rabu, 04 November 2020

Challenge AISEI #Day26AISEIWritingChallengeSemangatKemajuanLiterasiTulisdanLisan

          SEMANGAT PGRI KOBARKAN KEMAJUAN

           LITERASI TULIS DAN LISAN


Tanggal 28 Oktober 1928 adalah awal dicetuskanya Sumpah Pemuda di Batavia. Sejumlah pemuda dan pemudi berkumpul menyatakan kesepakatan untuk :

Pertama:

Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

Kedoea:

Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jan satoe, bangsa Indonesia.

Ketiga:

Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoen, bahasa Indonesia

Tanggal 28 Oktober 2020 sejumlah pemuda-pemudi Indonesia berkumpul bukan hanya sekedar merayakan sumpah pemuda; lebih dari itu. Bincang Daring dipelopori oleh Bapak Wijaya Kusuma. M.Pd. (biasa dipanggil Om Jay oleh penulis), Ibu Dra. Sri Sugiastuti, M.Pd (ibu yang biasa disapa dengan Ibu KanJeng), Bapak Drs. Dedi Dwigatama M.Si.,  Bapak Namin AB Ibnu Solihin, M.Pd., Bapak Agus Sampurno M.Pd.  dan TV ANDI  dalam Seminar Nasional Guru Blogger PGRI: PJJ tidak lagi Membosankan yang peran utamanya adalah Guru atau pendidik benar-benar perduli perkembangan pendidikan di Indonesia. Bukan menjadi guru pemburu sertifikat. “Jika ingin PJJ menyenangkan dalam kelas kita harus memahami karakter siswa, menyadari kemampuan IT dan aplikasi komputer terbarukan, buat sesederhana mungkin dan memudahkan anak-anak mengakses, memahami lingkungan yang ada. Lakukan saja yang bisa dilakukan.  Hubungi Siswa untuk mengapresiasi "kerja mereka” sebagai makna menghapus air matanya (kesedihan) menjadi kedekatan dan keperdulian, begitu yang disampaikan Pak Dedi. Sementara Pak Agus mengungkapkan “Guru harus kreatif menggunakan teknologi terbarukan”.

Pak Namin memberikan masukan berharga bahwa guru harus menyentuh hati setiap anak dan memeluk dengan kasih sayang. Semua itu dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan mereka.

Aktualisasi nya adalah pembelajaran yang menyenangkan. Hingga Om Jay mengatakan dengan tegas, apabila dalam seminar ini, masih ada pembelajaran membosankan dari guru yang mengikuti kegiatan seminar ini, bisa jadi sertifikatnya ditarik kembali. Ibu Kanjeng pun memberikan tips tentang naskah yang berceceran agar dapat dikumpulkan dan dibuat menjadi buku. Masya allah perhatiannya Ibu Kanjeng pada penulis-penulis pemula sungguh menjadikan obor untuk lebih banyak membuat warisan tulisan.

Subhanallah komitmennya ga main-main ya. Karena peran guru memang amat berpengaruh dalam PJJ. Ilmu berharga dari orang-orang yang dirahmati allah memberikan materi dengan lugas, cerdas dan berkesan.

Terimakasih semua pembicara dan TV Andi, saya semakin tahu bagaimana menulis. Saya sudah mencoba menyebarkan pada teman-teman saya di Bekasi dan Jakarta untuk belajar menulis. Semoga saya bisa terus menyebarkan virus literasi pada teman-teman lain.

#30hariAISEIbercerita

#AISEIWritingChallenge

#100katabercerita

#pendidikbercerita

#warisanAISEI

#KomunitasSejutaGuruNgeblog

#AISEIInsiraAction

#KelasKreatif

#KOGTIK

#KomunitasSejutaGuruNgeblog(KGSN)



Senin, 02 November 2020

Challenge AISEI #Day25AISEIWritingChallengeHeliKopterHidup

 

                                        HELIKOPTER HIDUP



Bentuknya kecil, kepalanya bulat di kanan-kirinya ada mata yang nampaknya seperti spion yang memiliki 3000 segi dalam mata majemuknya yang mampu mendeteksi mangsa di udara dengan cepat; binatang ini terlihat seperti mengenakan helm. Tubuhnya diciptakan Allah sangat ramping dengan buntut memanjang. Sayapnya sangat tipis dan mudah rapuh. Terbang berkeliaran biasanya di sekitar persawahan, ladang, sungai atau rawa.

 Foto ini diambil ketika wilayah di tempat kost keponakanku masih banyak lahan kosong. Di sekolahku, aku tidak pernah melihat binatang itu begitupun di wilayah rumahku. Sepertinya mereka tidak bermigrasi ke arah rumahku atau memang binatang ini menjadi binatang langka? Sejujurnya, capung yang nama biologinya adalah Pantala Flavescents (ini ternyata hanya salah satu jenis dari sekian banyak jenis capung) memang sudah mulai langka. Apa penyebabnya? Capung yang lebih senang hidup di udara bersih semakin berkurang lantaran wilayah hidupnya di persawahan, ladang, sungai atau rawa; juga makin berkurang saat ini. Kebanyakan lahan, sudah terisi oleh rumah, perumahan atau gedung-gedung.

Berbicara tentang capung, ada fakta mengejutkan yang dimiliki oleh capung ini yaitu kecepatan terbangnya mencapai 11000 mil; untuk seekor serangga, capung memilki ketangguhan yang luar biasa. Woow.. jet yang dibuat manusia hanya punya kecepatan  4000 km/jam

Jika ditilik lebih dekat, Inspirasi model pesawat helikopter dibuat persis seperti capung, yang orang Jawa Barat menyebutnya Papatong. Pada awalnya, seorang Pionir perkembangan industri pesawat terinspirasi sebuah mainan di Cina dengan menggunakan konsep teori terbang vertikal adalah Leonardo Da vinci di tahun 1483. Dia ingin mewujudkan sekrup terbang.

Banyak penemu lain setelah masa ini mengembangkan helikopter, lanjutan dari apa yang ditemukan Leonardo davinci.  Sampai akhirnya, seorang Rusia-Amerika Igor Ivanovich Sikorsky (1889-1972) berhasil membuat halikopter pertamanya VS-300 yang dapat terbang mundur, mengangkat dan berputar ini memang sangat mengejutkan.

Oleh karena itu, 11 orang mahasiswa di Delft Amerika yang salah satu nya adalah pengembang Helikopter ini  Christhope de Wagter, mengatakan “Karena pesawat menjadi begitu kecil, memberinya sayap yang bisa mengepak seperti burung adalah proporsi yang menarik” ketika mengungkapkan bagaimana rasanya menerbangkan Delfly sebutan untuk helikopter buatan mereka yang bentuknya seperti Capung Jarum.

Capung adalah indikator utama kebersihan udara suatu daerah. Jika predator serangga ini tidak terlihat terbang kesana - kemari, bisa jadi tingkat polusi di wilayah itu tinggi. Allah menciptakannya dengan tujuan agar manusia hidup dengan udara bersih dan terlepas dari segala macam penyakit.

Orang-orang tua dahulu membuat anaknya yang sering ngompol dengan cara menempelkan kepala capung pada pusar si anak. Entah apa hubungannya, tetapi kadang ada yang berhasil menggunakannya sehingga sang anak tidak ngompol lagi. Keajaiban atau kebetulan. Wallahu’alam bisawab.

 

 

Sumber :

Wikipedia

Gema Himabio UNY

 

Salam literasi!!!

#30hariAISEIbercerita

#AISEIWritingChallenge

#100katabercerita

#pendidikbercerita

#warisanAISEI

#KomunitasSejutaGuruNgeblog

#AISEIInsiraAction

#KelasKreatif

#KOGTIK

#KomunitasSejutaGuruNgeblog(KGSN)


Minggu, 01 November 2020

Challenge AISEI #Day24AISEIWritingChallengeCeritaUntukIbuBapak

                                      

                        Cerita Untuk Ibu-Bapak

 Sudah hampir dua tahun dari terakhir aku menengok rumah yang engkau pernah tinggali semasa kami kecil hingga dewasa. Aku tidak menjejakkan kakiku di sana bukan karena aku tak mau kesana.  Aku selalu teringat, bagaimana engkau merawat kami, menyekolahkan kami, membimbing kami, menguatkan kami, mengajarkan kami hidup prihatin.

 Semua yang kalian ajarkan kepadaku berguna hingga aku dapat bertahan dalam kesabaran di bumi Allah ini. Aku selalu berdo’a dalam setiap detik untuk kebahagian kalian di sana. Tak ada kata yang mampu aku ucapkan selain terimakasih pada kalian ibu dan bapak.

Rasa kangen ku, tak mampu aku bendung. Aku ingat saat aku mengeluarkan nada tinggi kepada kalian. Tentu kalian sakit hati mendengarnya. Maafkan aku, ibu. Aku melakukan itu mungkin karena aku emosi dan sok tahu dalam menjalani kehidupan. Aku menganggap aku benar. Ternyata engkau melakukan itu karena engkau tahu akhirnya akan seperti apa. Engkau menjagaku, menjaga hatiku, sampai Allah menjemput jiwamu pun di bulan yang sama dengan ku dilahirkan. 

  Sekarang aku yang melakukan seperti yang kalian lakukan kepada anakku aku tak pernah khawatir karena dia tumbuh dengan kasih sayang kalian juga dan dia memiliki langkah pemikiran yang sama dengan cara pikir kalian, tetapi tidak pada siswa-siswaku.

 Mereka tak mengenal kalian, mereka memiliki keluarga mereka sendiri, saat mereka tak ada tempat bergantung aku hanya bilang seperti yang kalian katakan kepadaku. Hanya allah tempat bergantung. Mereka belum mengerti. Aku harus bagaimana mengatakan pada mereka agar mereka kuat dalam menghadapi badai kehidupan seperti ketika kalian mengatakan dan berpesan padaku? aku harus bagaimana ketika aku hanya mampu memberikan mereka perahu kecil agar mereka mampu mengarungi derasnya gelombang laut?; seperti yang kalian sampaikan berulang kali ketika kami ingin ini dan ingin itu dalam hidup.

  Kalian mengajarkanku untuk mencintai Allah saja, karena Allah yang selalu menghidupkan manusia selama manusia itu di bumi, sebelum diminta untuk tinggalkan bumi oleh Allah. Itulah sesuatu yang luar biasa buatku.

   Ibu, aku ingat saat engkau menggoreng ubi, mencetak ketan bumbu, menggoreng bakwan udang, buat arem-arem mie, kue lapis, kue pisang pukul 3 malam untuk engkau bawa ke kantor dan menjual kepada teman-temanmu. Aku tau sekarang semua itu engkau ajarkan agar aku mampu bertahan dalam badai kehidupan berumah tangga. Ada masanya senang dan ada masanya terguncang. Apapun engkau lakukan agar semua anak-anakmu dapat ke sekolah dengan baik, membeli buku-buku yang bermanfaat, memiliki kemampuan melewati badai.

     Bapak, aku ingat saat terakhir engkau ku jenguk di rumah semasa engkau masih di bumi dan Allah belum memanggilmu untuk bertemu denganNya. Engkau ingin mengunjungi kami, seperti ibu yang ingin membelikan rumah untukku; engkaupun ingin hal yang sama, saat itu aku hanya bisa mengatakan padamu, sembuhlah pak, jangan pikirkan kami yang sudah berumahtangga. biarkan kami dewasa dengan cara kami. Bukan karena aku sombong, akan memapu menghadapi masalah hidup. tetapi aku hanya memikirkan kesehatanmu selama engkau diberikan nafas oleh Allah, aku juga ingat pak, waktu kakak iparku mengatakan akan membelikan rumah di bandung untuk suamiku, ternyata orang-orang yang berencana membelikan rumah untukku pergi sebelum itu terwujud. Dan meninggalkanku di sini, bersama keluargaku, kakak-kakak dan adikku serta keponakan-keponakanku.. 

     Ibu, bapak, aku masih sangat sedih karena akupun belum bisa berjumpa adikku. Kemarin dia sakit. Kakak-kakakku selalu melindungi adik-adiknya, dengan selalu memberikan dukungan moril dan materil seadanya. Aku bangga pada mereka, bu pak. Mereka telah menjalankan pesan kalian. Aku hanya mampu mendo’akan adikku dan kakak-kakakku dari rumah ku saja. Sejak ada bencana virus Covid19, aku dan keluarga hanya di rumah dan ke sekolah sekali-kali saja.

     Malam sudah larut, aku besok harus mengajar. Aku sudahi ya ibu, bapak. Semoga allah selalu melapangkan kubur kalian memberikan cahaya-cahaya terang dari kebaikan kami, anak-anakmu.   

 

  

Robbana atinna fii dunya hassanah wa fill akhirotti hassanah wa qinna adza bannar.

Wassalam,  

 

#30hariAISEIbercerita

#AISEIWritingChallenge

#100katabercerita

#pendidikbercerita

#warisanAISEI

#KomunitasSejutaGuruNgeblog

#AISEIInsiraAction

#KelasKreatif

#KOGTIK

#KomunitasSejutaGuruNgeblog(KGSN)

Challenge AISEI #Day23AISEIWritingChallengeTulisanAnakku

 








Ini salah satu tulisan anakku, dia juga penggiat literasi yang aktif di Wattpad. Tulisannya selalu berkaitan dengan cerita pendek seorang anak remaja.

Tentang Hari

Oleh: Andini Putri Bintang

SENJA hari itu tak bersahabat. Hujan turun, mengguyur bumi. Membagi air pada semesta. Damar duduk dengan wajah muram. Matanya sembab, kantung matanya melingkar menghiasi netra cokelatnya.

        Hari itu dia kembali, dengan nilai 5 tertera di kertas ujiannya. Seolah tak cukup, takdir kembali menemuinya dengan lara.

        Ibunya dipanggil Sang Kuasa.

        Bila ia diizinkan mengulang hari, maka ia akan mengulang Jum’at itu. Ia akan memakan sarapannya, ia akan mengerjakan ulangan fisika dengan sungguh-sungguh. Tapi nyatanya, waktu tidak pernah sebaik itu.

        Damar meratapi, menyesali kebodohan diri. Air matanya seolah terkuras habis, membuatnya tak lagi bisa menangis malam itu.

        Jam menunjukkan pukul 23.45, namun lantunan ayat tak hentinya putus mengiringi malam dingin yang seakan tak berujung itu. Si adam tak bergerak, tetap di tempatnya menghiraukan ujaran semangat dari para kerabatnya.

        “Sampai kapan mau begini?”.

        Damar menoleh, menatap pamannya yang berdiri di ambang pintu. “Apa ibumu bakal senang kalau lihat kamu kacau begini?” sang paman melangkah, mempersempit jarak hingga akhirnya duduk di sisi Damar.

Damar tertawa miris, seolah menertawai takdir yang baru menginjak-injaknya dengan telak. “Ibu tidak bisa lihat saya. Dia tidak akan tahu seberapa menderita saya sekarang ini,” ucapnya pahit. Pamannya melirik sekilas, menghembuskan napas berat dan meraih bahu si keponakan.

“Kamu tau? Ibu punya intuisi paling keren di muka bumi ini,” katanya. “bahkan dengan jarak selebar perbedaan dunia, saya yakin dia tahu kamu sedang menderita,”. Hati Damar mencelos, merasa sesak itu kembali menghinggapi batinnya.

“Ibu kamu melahirkan kamu bukan sebagai pengecut. Takdir ada untuk kamu hadapi. Cobaan Tuhan ada untuk kamu lewati. Kalau kamu hanya bersembunyi dengan tameng sakit hati, mana bisa kamu bangkit lantas berlari?” Pamannya melontarkan tanya, yang bahkan tak bisa Damar jawab.

Benar.

Dia mungkin seorang pengecut. Selama ini dia selalu bersembunyi dari kenyataan bahwa ia mungkin ditinggalkan. Bahwa mungkin ia akan hidup sendirian. Ia hidup dalam delusi bahwa semuanya adalah selamanya. Nyatanya, apa yang terjadi hanyalah fana.

“Paman lihat nilai kamu,” tutur si paman tiba-tiba. Damar terkekeh, kembali ke realita. “Kalau Ibu lihat, beliau pasti menceramahi saya habis-habisan,”.

“Karena ia peduli,”.

“Saya tahu,”.

“Kalau begitu perbaiki,”.

Damar mengernyitkan kening. “Apa?” tanyanya tak mengerti. “Perbaiki nilai kamu. Jangan buat ibu kamu kecewa untuk kedua kali,” jelasnya. Damar membisu, kembali merasa perih. Kata-kata pamannya menampar si adam dengan keras.

Dia belum membanggakan, tapi sudah ditinggalkan.

“Hari ini berat, Paman tahu. Kamu bukan hanya di redam kecewa, tapi juga luka. Namun jangan sampai tenggelam. Luka ada untuk membina kamu jadi pribadi dewasa. Biar cerita hari ini, di simpan untuk hari ini. Kamu harus ingat, ya, kamu masih punya esok untuk di kejar. Jadi semangat, ya? Untuk dirimu, dan untuk ibumu,”.

Selesai dengan wejangannya, sang paman berdiri. Berlalu masuk ke ruang tengah, mengambil posisi serta memulai aksi mengaji serta berdoa.

Damar masih membeku. Napasnya terhela, lebih ringan dari sebelumnya. Bebannya terangkat tanpa sadar, membuat dirinya merasa lebih baik.

Iya. Biar hari ini jadi memori untuk dikenang, bukan untuk menjadi bahan isolasi diri. Damar tidak bisa hanya diam berpangku tangan, menyalahkan diri dan mendeklarasikan dirinya sebagai manusia paling tidak berguna sepanjang masa.

Waktu bergerak dan tiap-tiap individu juga begitu. Damar hari ini bisa saja bukan lagi ‘Damar’ di esok hari. Hanya perlu sedikit usaha, agar dirinya bisa jadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya.

Menarik napas panjang, menikmati detik terakhir di hari Jum’at, Damar mengikhlaskan segala. Ia bangkit, melangkah besar-besar menuju ruang tengah. Tangannya meraih kitab suci, mengucap basmallah dan mengucap bait-bait surat cinta dari Tuhan.

Ia sudah siap memulai hari barunya.

 

#30hariAISEIbercerita

#AISEIWritingChallenge

#100katabercerita

#pendidikbercerita

#warisanAISEI

#KomunitasSejutaGuruNgeblog

#AISEIInsiraAction

#KelasKreatif

#KOGTIK

#KomunitasSejutaGuruNgeblog(KGSN)