Cerita Untuk Ibu-Bapak
Sudah hampir dua tahun dari terakhir aku
menengok rumah yang engkau pernah tinggali semasa kami kecil hingga dewasa. Aku
tidak menjejakkan kakiku di sana bukan karena aku tak mau kesana. Aku selalu
teringat, bagaimana engkau merawat kami, menyekolahkan kami, membimbing kami,
menguatkan kami, mengajarkan kami hidup prihatin.
Semua yang
kalian ajarkan kepadaku berguna hingga aku dapat bertahan dalam kesabaran di
bumi Allah ini. Aku selalu berdo’a dalam setiap detik untuk kebahagian kalian
di sana. Tak ada kata yang mampu aku ucapkan selain terimakasih pada kalian ibu
dan bapak.
Rasa kangen ku, tak mampu aku bendung. Aku ingat
saat aku mengeluarkan nada tinggi kepada kalian. Tentu kalian sakit hati
mendengarnya. Maafkan aku, ibu. Aku melakukan itu mungkin karena aku emosi dan
sok tahu dalam menjalani kehidupan. Aku menganggap aku benar. Ternyata engkau
melakukan itu karena engkau tahu akhirnya akan seperti apa. Engkau menjagaku,
menjaga hatiku, sampai Allah menjemput jiwamu pun di bulan yang sama dengan ku dilahirkan.
Sekarang aku
yang melakukan seperti yang kalian lakukan kepada anakku aku tak pernah
khawatir karena dia tumbuh dengan kasih sayang kalian juga dan dia memiliki
langkah pemikiran yang sama dengan cara pikir kalian, tetapi tidak pada
siswa-siswaku.
Mereka tak
mengenal kalian, mereka memiliki keluarga mereka sendiri, saat mereka tak ada
tempat bergantung aku hanya bilang seperti yang kalian katakan kepadaku. Hanya allah
tempat bergantung. Mereka belum mengerti. Aku harus bagaimana mengatakan pada
mereka agar mereka kuat dalam menghadapi badai kehidupan seperti ketika kalian
mengatakan dan berpesan padaku? aku harus bagaimana ketika aku hanya mampu memberikan mereka perahu kecil agar mereka mampu mengarungi derasnya gelombang laut?; seperti yang kalian sampaikan berulang kali ketika kami ingin ini dan ingin itu dalam hidup.
Kalian mengajarkanku
untuk mencintai Allah saja, karena Allah yang selalu menghidupkan manusia
selama manusia itu di bumi, sebelum diminta untuk tinggalkan bumi oleh Allah. Itulah
sesuatu yang luar biasa buatku.
Ibu, aku
ingat saat engkau menggoreng ubi, mencetak ketan bumbu, menggoreng bakwan
udang, buat arem-arem mie, kue lapis, kue pisang pukul 3 malam untuk engkau
bawa ke kantor dan menjual kepada teman-temanmu. Aku tau sekarang semua itu
engkau ajarkan agar aku mampu bertahan dalam badai kehidupan berumah tangga. Ada
masanya senang dan ada masanya terguncang. Apapun engkau lakukan agar semua
anak-anakmu dapat ke sekolah dengan baik, membeli buku-buku yang bermanfaat,
memiliki kemampuan melewati badai.
Bapak,
aku ingat saat terakhir engkau ku jenguk di rumah semasa engkau masih di bumi
dan Allah belum memanggilmu untuk bertemu denganNya. Engkau ingin mengunjungi
kami, seperti ibu yang ingin membelikan rumah untukku; engkaupun ingin hal yang sama, saat itu aku hanya bisa mengatakan padamu, sembuhlah pak, jangan pikirkan kami yang sudah berumahtangga. biarkan kami dewasa dengan cara kami. Bukan karena aku sombong, akan memapu menghadapi masalah hidup. tetapi aku hanya memikirkan kesehatanmu selama engkau diberikan nafas oleh Allah, aku juga ingat pak, waktu kakak iparku mengatakan akan membelikan rumah di bandung untuk suamiku, ternyata orang-orang yang berencana membelikan rumah untukku pergi sebelum itu terwujud. Dan meninggalkanku
di sini, bersama keluargaku, kakak-kakak dan adikku serta keponakan-keponakanku..
Ibu,
bapak, aku masih sangat sedih karena akupun belum bisa berjumpa adikku. Kemarin
dia sakit. Kakak-kakakku selalu melindungi adik-adiknya, dengan selalu memberikan dukungan moril dan materil seadanya. Aku bangga pada mereka,
bu pak. Mereka telah menjalankan pesan kalian. Aku hanya mampu mendo’akan adikku dan kakak-kakakku dari rumah ku saja. Sejak ada bencana virus Covid19, aku dan keluarga hanya di rumah dan ke sekolah sekali-kali saja.
Malam sudah
larut, aku besok harus mengajar. Aku sudahi ya ibu, bapak. Semoga allah selalu
melapangkan kubur kalian memberikan cahaya-cahaya terang dari kebaikan kami, anak-anakmu.
Robbana atinna fii dunya hassanah wa fill akhirotti hassanah wa qinna adza bannar.
Wassalam,
#30hariAISEIbercerita
#AISEIWritingChallenge
#100katabercerita
#pendidikbercerita
#warisanAISEI
#KomunitasSejutaGuruNgeblog
#AISEIInsiraAction
#KelasKreatif
#KOGTIK
#KomunitasSejutaGuruNgeblog(KGSN)
Selalu ada rindu dengan rumah masa lalu
BalasHapusSabar ya Bu
BalasHapusOrangtua memang tak pernah tergantikan kasih sayang dan jasanya
BalasHapus