Mengenai Saya

Foto saya
I love writing, learning, cooking, watching some cartoon films such, sponge Bob, naruto, the legend of Aang.

BELAJAR DARING DI KELAS RPL #Day19AISEIWritingChallengeBadaiItu,BelumUsai..

 BADAI ITU, BELUM USAI..


       Malam itu hujan masih turun setengah lebat. Suaranya di loteng rumah Mirna terdengar mengganggu. Mirna kembali ke ruang tamu dan duduk di samping suaminya seperti diminta suaminya.

       “Ayah mau Bunda jujur. Memang kenapa bunda jual gawai bunda?”

       “Maaf, ya yah sebelumnya. Bunda tidak bicara dulu ke Ayah. Uang yang dikasih ayah sudah, aku pakai untuk membeli keperluan rumah seirit mungkin. Tetapi masih kurang. Hari ini, susu Sandhya habis, makanya bunda tinggal ke rumah bu Fifi yang katanya mau beli gawai untuk anaknya yang SD. Bunda jualnya 850.000. Dia langsung terima.”

       “Oh. Kenapa engga bilang ke Ayah, kalau emang kurang uang. Kan Ayah bisa cari pinjaman ke kantor”

       “Pinjaman kita sudah banyak, yah. Pinjaman yang sebelumnya belum terbayar. Mereka selalu menagih ke aku, yah.”

       “Hmm.. “ respondnya. Sambil menutup wajahnya dan mengusap rambut dikepalanya. Mirna tidak mampu mendesak suaminya untuk menjawab. Dia tahu pasti jawabnyapun sama dengan dirinya.

        “Ya sudah. Besok; Ayah coba kerja lembur aja. Dan cari sampingan. Ini tadi ada rezeki tips dari pelanggan. Dia menyodorkan 5 uang lima puluh ribuan.” Jangan dipakai untuk yang lain ya.”

         “Iya. Ayah tadi pergi kemana?”

         “Ke Dodi.”

         “Ayah Ketemu ma Mang Ujang dimana?”

         “Enggak, engga ketemu mang Ujang” Mirna tahu suaminya sedang menyembunyikan sesuatu. Mang Ujang tetangganya bertemu dia di rumah Riana, pegawai administrasi bengkel. Karena Mang Ujang adalah sepupu ayah Riana, beliau datang ke rumah Riana dengan alasan membantu ayah Riana yang kebetulan pemilik “Riana Motor” dimana Hari bekerja. Mirna tidak berpikir hal negatif. Tetapi ketika suaminya menyembunyikan hal sederhana itu, dia mulai berasumsi yang kurang sehat. Dia belajar untuk diam, menerima dan mencoba memahami situasi yang terjadi.

         “Oh.” Itulah jawaban Mirna.

         “ Bunda mau kemana? Sini dulu aja...” pintanya pada Istrinya.

         “Mau tidur. Besok mengajar pagi” sahutnya pendek dan langsung mencari tempat di samping anaknya. Dia menghadap ke tembok agar derai air matanya tidak terlihat oleh siapapun.

Dia berpikir.

        “aku, harus kuat demi anakku. Apapun yang dilakukan oleh suamiku di luar biarlah Allah saja tempat berserah diri.” Sematan itu menjadi do’anya kepada allah untuknya.    

         Hari  tetap duduk termenung memikirkan apa yang baru saja terjadi dalam dirinya.

         “Mengapa dia menjadi tidak merasa nyaman bersama Mirna, Istri yang dia cintai dan sudah mendapatkan anak yang pintar. Apakah karena dia telah melakukan kesalahan yang tidak disadarinya? Salahkah dia jika dia ingin juga curhat pada temannya di kantor yang berbeda jenis kelamin dengannya? Salahkah dia ketika dia ingin mencari tahu bagaimana perasaan wanita pada wanita lain? Astagfirullah, astagfirullah..” Berulangkali Hari berpikiran seperti itu sejak kejadian kemarin.

         Pagi hari, Mirna tetap menganggap hal kemarin hanya membuatnya menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Dia harus memikirkan anaknya, adik-adiknya yang empat orang, adik Hari yang dua orang, ayahnya yang tidak menikah lagi sejak Ibu wafat setahun lalu.

        “Semangat!” begitu dia menyemangati dirinya. Sambil membuatkan nasi goreng untuk sarapan Hari dan membawakan bekal nasi bungkus bersama lauk pauk seadanya dan Botol Air minum yang sudah terisi. Menyiapkan uang untuk membeli kebutuhan suaminya di tempat kerja. Kemudian menyiapkan untuk dirinya dan anaknya yang akan dititipkan ke tetangganya. Membangunkan suaminya, dan anaknya. Menyapu dan membersihkan rumah sementara suaminya membantu memandikan Sandyakalaniing. Semua seperti tidak terjadi sesuatu. Tetapi di masing-masing hati masih muncul banyak pertanyaan yang tidak terjawab.

        



1 komentar:

your opinion