HUJAN
Mirna
masih menunggu suaminya yang belum sampai rumah padahal jam sudah menunjukkan
pukul 17.30. Dia hanya bermain dengan anaknya. Dia mau ke rumah ayahnya karena
sudah janji dengan Heru. Tetapi hujan lebat dan suami belum pulang sementara
anak masih tertidur. Tadi dia diberi pinjaman Wanidya gawai lamanya, dia coba
untuk membuka tempat penyimpanan simcard.
Lalu dia memasukkan simcard nya
sendiri. Alhamdulillah, dia melihat pulsa kuota data dari pemerintah sudah
bertambah.
“Oke.. done” setelah berhasil
memasukkan simcardnya. Telpon saja
Heru, pikirnya.
“Hallo, Heru. Bapak udah pulang
belom?”
“Udah Teh. Lagi ngobrol ma
adik-adik. Pak, Teteh Mirna.”
“Mirna, tadi kamu ke rumah? Kamu baik-baik
aja?”
“Iya pak. Tapi Mirna ga bisa ke
sana sekarang, mau kasih pinjem komputer ke Heru. Pak, Heru weeh ke rumah
Mirna. Aa Hari belum pulang. Di sini ujan deres.. Bapak udah makan belum?”
jelasnya sambil bertanya.
“Udah, bapak udah makan. Iya. Makasih ya nak, bantuin bapak ngurus
adik-adik; Iya nanti, Heru ke sana.”
“Kalau Heru engga kesini, Nanti dia
engga bisa kerjakan tugasnya. Kan di rumah engga ada komputer. Sembari Mirna
jagain Sandhya di sini, aku bisa ngajarin Heru, pak.”
“Iya.”
“Heru.. jung ka rumah Teteh Mirna.
Diajar komputer di ditu. Pake jas hujan bapak, teras kunci motorna dina lomari
atas ..; buru bisi Teteh sibuk engke.” Terdengar suara ayahnya meminta adiknya
untuk segera ke rumahnya.
“Muhun Pak. Iyeu ge bade. Assalamu’alaikum” pamit heru setelah itu.
“Tos berangkat tah Heru Mir.
Tungguan weeh di imah. Moal aya nanaon”
“Iya pak. Bapak sing sehat. Mirna
teu acan tiasa ngalongok bapak.Makan na kedah teratur. Ulah dipikiran sametan
mah. Dibayarkeun wehh nya pak. Heheh”
“Nya.. Bapak tinggal heula nya Teh..
adik-adik didinya banyak patarosan tah. “
“Nya pak, wassalamu’alaikum”
sahutnya. Kesedihan Mirna luar biasa mendengar ayahnya menjaga adik-adiknya
sendiri. Mirna yakin Bapaknya pun merasakan ketakutan dan kesedihan dia. Dia
kembali melamun. Apa yang terjadi selama ini, baru disadari kalau dia banyak
dipikirkan oleh ayahnya juga. Rumah tempat mereka tinggal adalah satu-satunya
warisan nantinya. Dia harus bersikap
adil untuk adik-adiknya. Ayahnya pasti memikirkan kebutuhan semuanya.
Dia tidak mampu menceritakan masalah
keluarganya pada suaminya Hari. Mungkin Hari mendengarkan dia, Membantu dia
mendapatkan solusi untuk bapak.Tetapi kenapa lidah ini kelu untuk bercerita
pada Hari. Apalagi sejak kejadian kemarin. Serasa sulit sekali mengatakan
sesuatu padanya.
Saat menunggu adiknya Heru datang,
dia melihat banyak notifikasi dari Library
Congress terdengar suara memanggil dari luar
“Teteh... “
“Sebentar...” Mirna segera mengenakan
kerudungnya untuk membukakan pintu.
“Masuk.. “ lanjutnya menyuruh Heru
masuk.
“Kamu udah Makan belum?” tanyanya pada
adiknya.
“Acan.. tadi nuju emam. Bapak nyuruh
abi kadie cepet2. Bapak watiran teh ka teteh.”
“Nya.. sok emam heula. Sa aya na wehh
nya.. Ulah nu Iyeu nya de.. iyeu kangge Aa Hari”
“Muhun Teh..” Heru makan dengan lahap,
saat itu dia mendengar suara motor suaminya dan Sandhya bangun pula dengan
tiba-tiba mendengar suara motor ayahnya.
“Baru Pulang, Yah?” sambil menggendong
Sandhya dan suaminya yang kebasahan segera membuka jas hujannya, meletakkan di
dekat bangku panjang. Dia ingin mencium anaknya yang ditahan Mirna dan mengusap
punggung istrinya.
“Ada Heru lagi makan.” Jelas nya
ketika melihat motor Pak Rahmat, Mertuanya di rumahnya.
“Ooh..”
“Masak Apa kamu? Ada uangnya?” tanyanya beruntun
“Masak bayem jagung dengan ikan cue pedes”
“Okey..” sambil menjentikan tangannya
ke dagu istrinya.
“Aku mau mandi dulu, Minta Air Panas
buat mandi, Ya Bun. ” dijawab dengan anggukan.
Mirna pun menurunkan Sandhyakalaning turun untuk bermain dengan Pamannya,
yang barus selesai makan. Heru mencium tangan Kakak iparnya santun.
Akhirnya ayah pulang....
BalasHapusSetelah ayah mandi langsung berondong pertanyaan bun!!!