Hari Minggu itu, Pandu baru selesai
membantu ayahnya menanam ketela pohon di ladangnya yang tidak seberapa luas.
Pandu membantu pak Siddiq menanamkan
batang-batang yang telah diraut agar bisa menancap di tanah ladangnya. Pak
Siddiq mengambil air dari parit kecil dekat ladangnya untuk membasahi tanah
yang telah ditancapkan batang ketela pohon dan ubi rambat di bagian pinggir
ladangnya. Pandu membantu membuat lajur-lajur tanah yang ada di tengah ladang
kecil untuk dimasukkan biji kacang merah. Dengan rajinnya, Pandu menyelesaikan
pekerjaan ayahnya. Ketika dia sedang menikmati pekerjaan di ladang bersama
ayahnya yang banyak menjelaskan bagaimana menanam metode tumpangsari, dia
mendengar suara Umar memanggil dari wilayah pematang sawah milik Pak Haji Imran.
Umar berlari kecil sambil membawa telepon genggamnya menuju ke arah Pandu.
“Pandu, Didinya ditaroskeun ku Ibu Neti. Kunaon, teu
asup sakola?”
Umar adalah sahabatnya sejak
masih kanak-kanak. Mereka selalu saling membantu bila yang lain tidak punya. Pak Siddiq tahu kalau Pandu belum punya smart phone agar bisa mengikuti pembelajaran secara online. Meskipun rumah Umar berada di balik bukit setelah kepindahan rumah orang tuanya dari desa dimana sebelumnya mereka tinggal dekat dengan rumah Pandu.
“Eh.. heueuh, urang poho, mar..
jam sabaraha ayeuna?”
“Ayeuna jam 10 euy.. geura, asup
igh!” ujar Umar.
“Aduuh, Ayah.. Pandu kedah ka sakola yah, iyeu atosan nya..” ujarnya sopan ke ayahnya. Pak Siddiq langsung merespon dengan pandangan bersalah pada anaknya.
“Nya mangga, sing enggal lengkah
kasep” sambil terus memperhatikan dua anak tanggung itu menuju ke sebuah saung.
“Ndu.. didieu weeh da pan urang
mah mung ningali google meet, ceuk bu
Neti”
“Nya mar.. didieu weh, linggih
na”
“Assalamu’alaikum, bu Neti.
Maaf ya, Pandu masuk sekolahnya telat.”
“Alhamdulillah, iya nak. Tidak
apa-apa. Kamu yang ikhlas dan gembira ya belajar”
“Siap bu Neti!” ucap Pandu dan
Umar berbarengan dan mereka tertawa bahagia.
Bu Neti sedang mengajarkan
Pendidikan Kewarganegaraan pada anak-anaknya.
“Anak-anak, ibu boleh bertanya
pada kalian ya. Bagaimanakah bentuk rela berkorban menurut kalian?”
“Bu Neti, saya mau jawab?” sela Pandu
“iya silahkan, nak”
“Ayahku teh pan seorang petani
dan peternak domba dia rela menjual dombanya hanya untuk membiayai saya
sekolah. Benerkan bu” lanjutnya. Ibu Neti pun tersenyum bangga.
“Ada lagi yang lain? Bagaimana
pendapat Pandu benarkah dia?”
“Kemarin Yayuk menangis bu.
Ceunah teh uang tabungannya dicuri tea.. ning. Tah tos kitu teh Ega mantuan
Yayuk ekeur meuli buku nu kedah dibaca tea. Kitu sami heunteu bu jeung rela
berkorban teh” tukas Sri Eka dan
melanjutkan
“Menurut abdi mah, Pandu teh bener bu. Urang
oge bener nya ..Pan”
‘Kumaha didinya weh Sri..” Jawab Umar sementara Pandu mengangguk-angguk
kecil.
“Urang mah teu satuju euy caritana
si Sri. Bu Neti da yang diceritakan ku Sri mah tolong menolong bu menurut urang
mah”
“Eits... engke heula didinya teu
satuju ku naon euy?” lanjut Sri Eka sementara Yayuk yang semula diam dan
memperhatikan mereka, mulai angkat bicara.
“Maaf ya teman-teman, yang
diinginkan bu Neti cuma kalian mengerti atau tidak bagaimana rela berkorban
menurut kita di kehidupan kita. Sri cuma menyampaikan yang dia tahu, hanya
menurut saya kurang tepat. Jadi tidak usah berdebat” jelasnya ramah dan bijak.
“Alhamdulillah, terimakasih
Yayuk, Pandu, Sri Eka, Umar, Lie Hoon,
Deborah. Kalian memang anak-anak yang hebat. Ibu bangga pada kalian” ulas bu
Neti singkat jelas dan padat.
“Ibu berharap apa yang kalian
pahami baik itu rela berkorban, tolong menolong, menghargai dan bijaksana,
kalian laksankan dengan hati yang gembira. Rela berkorban itu kalian tidak
berharap apapun dari yang telah mereka dapat.”
“Siap bu” semua anak di kelas VI
A bersamaan.
“Baik lah, anak-anakku yang
sholeh dan sholeha terimakasih sudah masuk ke
google meeting hari ini. Karena
sudah waktunya kalian untuk meneruskan berbuat baik di muka bumi ya. Selamat
menikmati pembelajaran di alam ya nak”
“Terimakasih ya bu, sudah
mengingatkan kami”
Bu Neti pun menutup pembelajaran dengan leave meeting. Umar dan Pandu berjalan
beriringan menuju pematang sawah ke ladang ayah Pandu.
“Uwa, aya nu kedah dibantosan
deui teu.. Pandu jeung Abi, tos beres belajar tina google meeting”
"Tos, Mar, Nuhun nya bageur.. sok kalian main weeh tos belajar mah. atawa bade makan siang mar kadieu... tos salsei da, uwa ge"
"Iya mar, sok.. we ulah sok asa-asa, Ummi ngabawaan ransum na leuwih da.."
"Nya, wa, jiga nah ngeunah iyeu lauk"
"Sok.. mar..Uwa bade meuli handphone ekeur si Pandu belajar, mar. meuli na ti mana nya? " Pak Siddiq menawarkan makanan untuk dimakan bersama.
"Uwa teunang weeh, engke, urang ejeung Pandu ka toko di kota nya Pan. Tapi didinya bantuan urang euy..urang teu ngarti Matematika nu pak Hasan jeulaskeun kamari"
"Siap, "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
your opinion