Mengenai Saya

Foto saya
I love writing, learning, cooking, watching some cartoon films such, sponge Bob, naruto, the legend of Aang.

Selasa, 05 Mei 2009

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian

Seringkali masyarakat salah mengartikan penyakit hipertensi. Masyarakat menganggap bahwa salah satu ciri penyakit hipertensi adalah tingkat emosi dari seseorang. Namun pada kenyataannya anggapan tersebut adalah dua hal yang jauh berbeda.

Hipertensi menurut ilmu bahasa diambil dari kata Hyper yang berarti lebih tinggi dan tension yang berarti tegang atau ketegangan. Jadi hipertensi menurut ilmu bahasa adalah ketegangan yang lebih tinggi. Sedangkan hipertensi menurut istilah adalah ”keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic ( bagian atas ) dan diastolic ( angka ) bawah pada pemeriksaan tensi darah dengan menggunakan sphygmomanometer ( alat pengukur tekanan darah )”.[1]

Penyakit hipertensi dikenal masyarakat dengan tekanan darah tinggi. Hipertensi dibagi menjadi 2 tipe klasifikasi; diantaranya “Hipertensi Primary” dan “Hipertensi Secondary”:[2]

ü Hipertensi Primary

Hipertensi Primary adalah suatu kondisi di mana terjadinya hipertensi akibat gaya hidup dan faktor lingkungan. Seseorang yang tidak memiliki gaya hidup sehat yang terlihat juga dari pola konsumsi yang tidak terkontrol, merupakan pencetus awal untuk terkena hipertensi. Pola konsumsi yang tidak terkontrol itu juga dapat mengakibatkan kelebihan berat badan ( obesitas ) yang semakin memperbesar kemungkinan terkena hipertensi. Begitu pula seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stress tinggi sangat mungkin terkena penyakit hipertensi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa mengalami hipertensi. Keadaan yang kurang memperhatikan kesehatan juga berperan memperbesar kemungkinan hipertensi.

ü Hipertensi Secondary

Berbeda dengan Hipertensi Primary, Hipertensi Secondary adalah suatu keadaan di mana seseorang terkena hipertensi karena telah terlebih dahulu menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Dengan demikian faktor yang mempengaruhi penyakit lainnya tersebut secara tidak sadar juga menjadi faktor yang menyebabkan penyakit hipertensi.

2.2 Faktor Penyebab Hipertensi

Hipertensi pada dasarnya dapat disebabkan oleh faktor yang kompleks, diantaranya :

· Pola konsumsi tidak terkontrol

Keadaan ekonomi yang tak juga membaik dan stress tinggi pada masyarakat sedangkan pola masyarakat yang menjadi lebih konsumtif membuat masyarakat tak lagi mementingkan apa yang dikonsumsi. Keinginan untuk memuaskan hasrat konsumtif itu sendiri tidak berjalan seimbang dengan apa yang didapatkan. Sebagai contoh, sekarang ini masyarakat sangat menggandrungi makanan cepat saji atau lebih dikenal dengan istilah fastfood. Oleh karena makanan fastfood sangat terkenal dengan kelezatannya, masyarakat selalu ingin mengkonsumsi makanan tersebut. Masyarakat tak lagi memperdulikan masalah kesehatan yang akan timbul. Asalkan kenyang, enak, dan murah masyarakat tak ragu mengkonsumsi melebihi batas yang dianjurkan. Begitulah pandangan sebagian masyarakat umum mengenai pola konsumsi yang mereka jalani.

· Kelainan kardiovaskuler

Penyakit hipertensi adalah penyakit berkelanjutan. Dengan adanya penyakit hipertensi, penyakit kardiovaskular yang lain kemungkinan besar dapat terjadi. Namun hal tersebut juga bisa terjadi secara terbalik. Dengan adanya riwayat penyakit kardiovaskuler pada seorang penderita, memperbesar kemungkinan terjadinya penyakit hipertensi. Lebih khususnya adalah hipertensi secondary.

· Kelebihan kadar natrium dalam tubuh

Mengkonsumsi makanan dengan kadar natrium berlebih dapat menaikkan resiko hipertensi. Mengapa demikian? Karena berdasarkan pada teori pompa natrium kalium dengan kadar natrium dalam darah cukup tinggi dapat menyebabkan naiknya viskositas darah atau dengan kata lain darah semakin kental. Selain itu keadaan darah yang tidak seimbang dengan kadar natrium jauh lebih tinggi mempersulit berlangsungnya proses pertukaran ion guna menghasilkan energi bagi tubuh.

· Konsumsi alkohol dan rokok

Bukan hanya pola konsumsi, kelainan kardiovaskuler, serta kelebihan natrium dalam darah yang dapat mengakibatkan hipertensi. Konsumsi alkohol dan rokok juga memiliki resiko terkena hipertensi yang sama besar dengan faktor lain diatas. Ini diakibatkan bahan-bahan kimia yang terkandung dalam alkohol maupun rokok dapat mempercepat kerja jantung. Dengan percepatan yang tidak terkontrol ini secara langsung dapat mengakibatkan kenaikkan tekanan darah.

2.3 Penggunaan Pisang Raja

Pisang raja merupakan komoditas yang sangat mudah didapatkan di Indonesia. Namun dalam pemanfaatannya, pisang raja hanya dikenal masyarakat dalam bentuk segar atau sebagai bahan dasar pembuatan kolak. Masyarakat belum mengetahui pemanfaatan lain dari pisang raja. Maka dari itu, penulis mencoba menyajikan sisi lain dari pisang raja yang selama ini hanya dianggap sebagai buah segar untuk pencuci mulut dan kolak.

Masyarakat lebih memilih mengkonsumsi pisang raja hanya dalam bentuk segar, karena dianggap lebih praktis namun tetap memiliki fungsi menambah stamina secara instan. Berdasarkan hasil penelitian para ahli, ditemukan bahwa pisang raja memiliki tiga kandungan penting sebagai antihipertensi. Kadar potassium yang tinggi namun diimbangi dengan kadar natrium yang rendah, serta adanya Angiotensin-Converting-Enzyme(ACE)Inhibitor menjadikan pisang raja buah yang cukup berpotensi sebagai obat antihipertensi.

Dalam hal ini, penulis meyakini bahwa selain sebagai buah penambah stamina secara instan, pisang raja juga dapat dimanfaatkan sebagai alternatif obat hipertensi yang lebih minim efek samping.

2.4 Efek Penggunaan Antihipertensi Kimia

Selama ini pengobatan hipertensi didasarkan pada penyebabnya. Penanganan hipertensi meliputi kombinasi pemberian obat, pengaturan diet, dan olahraga. Penderita pun perlu mengontrol tekanan darahnya secara rutin. Dalam langkah terapi optimal hipertensi (TOH), terdapat terapi tunggal dan kombinasi. Ternyata, dalam penelitian yang dilakukan PT Boehringer Ingelheim (PBI), untuk monoterapi dengan pengobatan tunggal, hanya efektif untuk mengontrol tekanan dengan hasil mencapai 40 persen sampai 50 persen pasien.

Responnya pun sangat rendah. Monoterapi tak cukup memberikan kontrol tekanan darah yang efektif terhadap penderita dengan berbagai faktor risiko seperti diabetes, stroke, penyakit jantung koroner, pasien lanjut usia, dan gemuk. Panduan penatalaksanaan hipertensi yang disusun WHO, JNC-VII-USA pada Mei 2003, merekomendasikan pada penderita hipertensi dengan berbagai risiko untuk mencapai target penurunan tekanan darah yang diinginkan.

Rekomendasi target dari panduan internasional tersebut adalah tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg bagi pasien tanpa faktor risiko, kurang dari 130/85 mmHg pada pasien hipertensi dengan diabetes atau gangguan fungsi ginjal, dan kurang dari 125/85 mmHg pada pasien hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal dan proteinurea yang lebih dari 1 gram per 24 jam.

Untuk saat ini, obat hipertensi yang banyak digunakan untuk terapi kombinasi adalah antihipertensi yang diproduksi oleh industri farmasi. Ini berarti antihipertensi yang ada adalah antihipertensi kimia. Beberapa yang dikenal adalah :

Diuretic ( Tablet Hydroclorothiazide ( HTC ) )

Golongan obat antihipertnsi ini merupakan obat antihipertensi yang prosesnya melalui pengeluaran cairan tubuh via urin. Golongan antihipertensi ini cukup cepat menurunkan tekanan darah namun dengan prosesnya yang melalui pengeluaran cairan, ada kemungkinan besar potassium ( kalium ) terbuang.

Beta Bloker ( Atenolol, Capoten )

Golongan ini merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah bekerja dengan melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar pembuluh darah.

Calcium Chanel Bloker

Tak jauh berbeda dengan dua golongan antihipertesi sebelumnya, Calcium Chanel Bloker juga digunakan dalam upaya pengontrolan tekanan darah pada penderita hipertensi. Namun, antihipertensi ini bekerja melalui proses relaksasi pembuluh darah yang juga memperlebar pembuluh darah.

Terdapat perbedaan dalam berbagai obat yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi, kata peneliti Dr. William Elliot, dari Departemen Pencegahan Penggunaan Obat, Pusat Kedokteran Universitas Rush, Chicago. Dalam studi tersebut, Elliott dan rekan kerjanya Peter Meyer mengamati hasil 22 uji klinis yang melibatkan lebih dari 143.000 orang. Penderita tersebut memiliki tekanan darah tinggi tetapi tidak memiliki penyakit diabetes pada awal uji klinis. Pada tiap uji klinis, partisipan menerima pengobatan jangka panjang dengan berbagai jenis obat hipertensi. Pengobatan konvensional yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi di Amerika adalah diuretik dan penghambat beta. Elliott menyebutkan bahwa kedua jenis obat tersebut merupakan obat yang berpeluang besar menyebabkan diabetes.

Selain resiko terkena diabetes, menurut Dr Pudji, penggunaan obat hipertensi dapat mengganggu salah satu faktor pendukung kerja ginjal, yaitu aliran darah ke ginjal. Apabila jaringan ginjal atau saluran pembuangan ginjal terganggu atau rusak akibat tekanan darah tinggi maka fungsi ginjal akan terganggu atau berhenti sama sekali (gagal ginjal tahap akhir). Resiko lainnya, seperti komplikasi pembesaran jantung, penyakit jantung koroner, dan pecahnya pembuluh darah otak. Bahkan, ini bisa juga menyebabkan kematian.



[1] Http://www.pusatbahasa.com

[2] Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Farmakologi dan terapi edisi4, Jakarta, 1995, hlm. 315-316.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

your opinion