Sambil terkantuk-kantuk di tengah
malam buta, saya coba mengantarkan kata
atau kalimat yang hanya untaian ketika saya merasakan kesedihan mendalam
sebagai pendidik. Salahkah saya ketika mendidik? Sehingga banyak putri-putri
kita lebih memilih bergincu kimia di banding memakan sirih saat ini. Gincu alami dari “Nyepah” lebih cantik dan
bermanfaat bagi imun tubuh manusia; Kecuali Pinang yang harus dikonsumsi sesuai
kebutuhan dan tidak dengan tembakau karena justru mengakibatkan munculnya sel
kanker.
Saya tuliskan puisi ini untuk
gadis-gadis belia menyambut hari ibu tanggal 21 Desember 2020; fenomena yang
terjadi saat ini mereka masih berperilaku yang tidak menjadi panutan bagi
anak-anaknya kelak. Hitam legam kehidupan sesorang, karena dia tidak
mempelajari agamanya dengan penuh ikhlas. Hidup itu bukan untuk hari ini, besok
saja tetapi nanti ketika waktu yang ditentukan Tuhan telah digariskan.
Allah hanya mengingatkan bahwa yang
mampu membantu gadis-gadis/ wanita-wanita (termasuk saya) itu adalah amalan
kebaikan, do’a anak-anak yang sholeh, Ilmu yang bermanfaat. Ku sampaikan pesanku
padamu.
Dulu wajahmu dipoles bedak
Sedikit, cantiknya bukan main
Bibir berlapis gincu dari pinang, gambir dan sirih
Terasa pahit,
Tapi kau kuat dan tetap cantik.
Dulu.. sekali
Kakimu tak beralas,
No problem.
Terik mentari tak membuatmu gentar
Jalan terus pantang mundur.
Demi sesuap nasi untuk anak-anak
Kamu rela memanggul beban kayu bakar, teh,
lontong, pecel untuk dijual
pada tengkulak dan tuan tanah.
Kini
Tidur di tikar rumbia
Bagai orang yang tak punya apa-apa
Menangis tersedu-sedu
Ingin intan dan berlian di
Pergelangan kaki.
Lucunya dirimu,
Tak alang buatku tertegun sesaat.
Itukah kamu sekarang?
Wajah penuh peluh oil
Gincumu; gincu buatan pabrik
Buat bibirmu makin menyon ke kanan atau ke kiri.
Tak pantas mematut diri jika untuk Pamer pada lelaki.
Tabu!!
Nenek moyang kita berkata.
Hargai dirimu
Jaga dirimu
Jauhi kerlap-kerlip hidup
Yang tak penting
Tapi kau berlari menghamba
Pada lembaran merah dan biru
Kubaca lagi dari gelap terbitlah terang,
Beliau harap,
Dirimu jadi penerang
Anak-anakmu kelak;
Bukan menjadi gelap
Dengan
Bantai diri dan anak-anakmu.
Salahkah aku?
Alif, ba, ta, tsa..
Hanya itu yang kamu tahu?
Salahkah aku?
Bagaimana anak-anakmu makan kelak?
Haruskah dengan cara yang sama?
Naudzubillah.
Iqro’
Bacalah atas nama Tuhanmu
Bacalah bumi,
Bacalah air,
Bacalah udara,
Bacalah perilakumu,
Bacalah tuntunan Hidupmu.
Tak ada waktu berkemas.
Vrus menyerang membabi buta
Tak kan sempat menyelamatkan diri
Tak kan mampu melawan pasukan
Tak kasat mata,
Mereka ada
Mereka bergerilya
ke dalam sel manusia.
Memakan imunmu
Apakah kau sadar?
Allah ciptakan
Agar kita semua
Membaca..
Bergerak..
Menguatkan diri
Melapisi dengan tawakal Ilallah
Ayun
kan kaki dalam
Damai
Istighfar tanpa henti, dzikir
pada-Nya,
Vitamin jiwa yang tak pupus hingga
Dia menyerang hati dan parumu.
Ku harap Sendu itu hilang dari peraduan
Hingga
Sangkakala ditiupkan
Medio
Sumedang, 20 Desember 2020
Menyentuh smpai ke relung sanubari ibu..
BalasHapusSemoga pandemi yang menimpa kita saat ini menjadi cambuk pada kita untuk menyadari dan segera berbenah menata hati menata diri untuk kembali kepadaNya mengamalkan ajaranNya hingga kita bisa selamat dari bahaya yang mengintai.