Cahaya Mentari
Semburat cahaya
membangunkanku dalam tidur lelap.
Langkah kaki kecil
perlahan
Menggugahku untuk membuka
mata
Membuka jiwa
Membuka hari
Membuka lembaran
pengalaman baru.
“Jangan kau ingat sejarah
itu”
Kata seseorang.
Mengapa?
Sejarah tidak perlu dan
tidak bisa dibuang
Ayo cari
Cari ...
Cari ...
Hidup itu harus mencari
Keberkahan Allah.
Sesak dada, menempel
melanglang buana
Menari di atas awan impian
lebih menyenangkan
Dari pada menanti harapan
Terputus di jalan cahaya.
Hujan Embun
Pagi bulan Januari,
Aku terbangun dari lelap.
Kokok ayam tetangga
Rumahku
Berteriak
“Subuh”
“Ayo, Bangun”
“Wahai Manusia!”
Kudengar memang
Kumandang Adzan.
Astagfirullah !!
Niatku,
Semalam setelah lelap akan
bangun
Di tengah malam
Mendekatkan
Pada Illahi robbi
Apa daya.
Subuh menjelang, embun
merapatkan titik-titik
Kesegaran pagi di ujung
daun
Dan bertebar jatuh
Ke tanah yang telah digarapnya
Kemarin
Ku harap pagi ini
Mereka tetap mengguyur
keberkahan
Di tanahku
Tanpa memandang apapun
Aku akan berlari meski
hujan embun membasahiku dan tanahku
Aku kan raih sebagai
ikhtiarku di muka bumi.
Asa itu tak pernah hilang
dalam dada
Jika tak ada hari ini
Mungkin esok
Jika tak ada esok mungkin
lusa
Begitu anganku mengembara
diantara hujan embun
Dalam
Seribu langkahku
Dan do’a-do’aku.
Jatinangor, 24 Januari
2021
Diam
Kabut berselimut rintik
hujan.
Tidak deras
Tidak membanjir
Tidak mengalir.
Ribuan umat wafat;
Tak kenal politikus,
Tak kenal sastrawan, tak
kenal artis,
Tak kenal siswa
Tak kenal rakyat jelata,
Tak kenal nestapa
HukumNya
Tak terelakan.
Katamu kau akan tinggal
seribu tahun?
Katamu kau akan mewarisi
harta bapakmu?
Katamu kau akan mewarisi
harta ibumu?
Katamu kau akan meraih
sejuta mimpi
Katamu
Katamu
Katamu
Sejuta katamu
Dapat kau rangkai dengan
bebas
HukumNya
Jika sudah waktunya semua
tak ada arti
Kecuali kebaikan
Kecuali do’a-do’a yang
terpanjatkan
Kecuali do’a-doa
tersembunyi
Dari orang yang
Tak kau ketahui
HukumNya kekal;
Gunung-gunung
Berkejaran memuntahkan
Rasa
Tanah yang kau pijak
Patuh
Pada perintahNya
Air yang tenang itu;
Menarikan gelombang bahaya
Binatang berlarian
Mencari peneduh
Masih kah kau merasa
Hampa
Masihkah kau merasa paling
berkuasa?
Masihkah kau nikmati
berkahNya?
Bersyukurlah..
Bersyukurlah...
Bersyukurlah....
Engkau bukan dianggap kuat
olehnya
Tetapi Engkau belum siap
Jalani hidup akhiratNya
Diam
Dalam diam
Diam dalam diam
Diam dan diam dalam tiap
diam
Adalah renungan berarti;
Matamu,
Hatimu,
Lakumu,
Gambarkan maksud hatimu
melihat
Semua...
Semua milikNya
Tak terelakan
Serahkan jiwamu,
Ragamu,
Tangismu,
Asamu,
Do’amu,
Senyummu,
Hanya UntukNya.
Jatinangor, 24 Januari
2021
Asa Dalam Bejana
Kata dia
“Nanti, Kau akan kubelikan
rumah”
Kata dia
“Rumah mana saja yang kau
pilih
Ambillah untukmu”
Terlunasi hutangmu padaku
Dengan mencicil
Kataku
“Tak apa; dia belum
berizki
Kali ini”
Sekedar janji untukku
Tak apa, semua pasti sudah
menjadi kebaikan
Untuknya.
Dia menutup gagang telpon
Ketikaku coba hubungi
Orang yang kucinta
Kata dia
“Tak ada warisnya untukmu
lagi”
Kataku
“Ya, kumengerti.”
Kata dia
“Tak usah kau datang lagi”
Kataku
“Orang yang kucinta tak
kan lupa meski engkau menutupi
Deritaku tak boleh jumpa
padanya”
Aku tahu; tak ada harta
dalam genggamku,
Aku tahu; tak ada maklumat
dalam katanya,
Aku tahu; tak ada waktuku
menghampiri beliau,
Yang kucinta...
Aku tahu; janjiku padanya
untuk merawat putranya
Bukan janji padamu, tapi
pada TuhanKu
Biarlah
Asa ini menyebrangi awan
dan lautan mimpi
Demi bertemu orang yang
kucinta
Biarlah
Asa ini melarung pada
bejana hati
Di hari-hari berkabungku
Biarlah
Asa ini Cuma kupanjat
sebagai do’aku
Untukmu dan beliau semua
Biarlah
Asa ini mampir dalam
gelombang fatamorgana
Di gurun kesedihan
Biarlah
Asa ini menyatukan sabar
Tuk sematkan kebajikan
bersama.
Mungkin ini
Yang harus kulewati
Mungkin ini
Nikmatnya berjuang meniti
cerahnya
surgaMu
Mungkin ini tarung
sebenarnya
Pada ego
Mungkin ini didikan Illahi
untuk capai
Jalan lurusNya.
Kusampaikan rasa maafku
Padamu
Jikaku
Tak beri khabar
Karena ku
Tak ingin beliau tahu
Deritaku;
Kutitip salam rindu
padamu.
Jainangor, Minggu 24
Januari 2021
Lari sana, lari sini
Cari sana, cari sini
Terbang sana, terbang sini
Renang sana, renang sini
Tenggelam sana, menyelam
ke sini
Terangkut, terantuk
Tersungkur,
terjerembab
Mencari 1 dollar
Seperti mencari jarum
dalam jerami
Keliling dengan gerobak es
“DOGER..”
“DOGER ..”
Di siang saat gerimis terhenti.
Keliling dengan gerobak
buku
Di dalam awan listrik
Yang
tergambar lewat khayal
Keliling dengan wajan dan
spatula
Goreng seafood, goreng
pete,
Goreng sayur, goreng babat
Goreng
Goreng
Asa
Dalam tabung
Raih 1 dolar; berhari-hari didapat
Jumlahku merambat
Memahat
Kuingin bayar lunas
Sametan
sebelum hembus akhir nafas
Kutakut cambukMu melukai
Ibuku
Ayahku,
Mertuaku,
Kakakku,
Adikku,
Perjalanan kaki sudah
capai 6000 tapak
Tak mampu bertahan
Menatap
Gemuruh emosi dan erosi sikap yang
Realis;
Tanpa malu bergayut di benak dan kepala
Bahkan jadi pedoman sebagian orang.
Yakinlah
Allah lebih berkuasa
Memberikan tempat dan
sejuta
Jawab
Dari asa yang terbang kian
kemari
Menutupi nasib baik hidup
Jatinangor 24 Januari 2021
wah penyair hebat. mantul bu
BalasHapusKeren Bu.
BalasHapusKalau ide dituangkan dalam kanvas, jadilah lukisan patidusa. Atau mungkin crrpen. Bahkan novel. Patidusa ini keren. Dikembangkan sedikit jadi cerpen. Selamat berkarya bund..
BalasHapus