SISWAKU, ANAKKU
Awalnya menyenangkan, bertemu anak-anak muda dengan binar di mata menandakan
adanya kehidupan cemerlang di masa depan. Kesan selama setahun, dua tahun
sampai tiga tahun bersama mereka, meyakinkan saya anak-anak ini pintar tetapi
kesulitan belajar mereka tidak bisa mereka kenali. Seminggu, sebulan mulai ada yang gugur. Tidak tahan
dengan suasana kelas katanya. Ada yang gugur karena malu, kebisingan dan takut
dengan konsekwensi.
Kalau pecinta tanaman hias pasti kenal yang namanya tanaman gelombang
cinta. Nah saya sudah telanjur terkena gelombang cinta dengan anak-anak; jadi
ya lanjutin dan nikmati saja kebingungan menghadapi tingkah mereka.
Tidak hanya yang masih berada di TK sampai yang sudah kuliah masih saja
menjadi bagian dari kehidupan ini. Senangnya, merekam kembali jejak-jejak
bersama mereka. Perjalanan menghadapi mereka adalah pengalaman kehidupan yang
sangat berharga bagiku. Berbagai persoalan yang diberikan Allah, terekam dalam kehidupan yang bergelombang asa.
Kadang naik, kadang turun. Jet coster kehidupan adalah tantangan yang perlu
disiasati dan dicari solusinya.
Saya tidak perlu serius menghadapi tetapi dijalankan. Mereka, anak-anaku,
pelajar ini memiliki kualitas kemampuan yang begitu luar biasa. Kepekaan mereka
terhadap kehidupan dan diri sendiri memang perlu dikenali polanya. Siapapun bisa
menghadapinya asalkan belajar mengatur emosi diri saat bertemu dengan trik-trik
anak tanggung seperti mereka. Ada kalanya mereka melakukan karena mereka tidak
tahu bagaimana menyelesaikan satu permasalahan yang muncul dalam diri mereka.
Menyadari
mereka sudah bukan lagi anak-anak adalah usaha awal pendekatan kepada mereka,
belum tentu mulus kelanjutannya meski ketika awal pendekatan sudah lancar jaya.
Ketertutupan diri mereka karena mereka punya anggapan jika ada masalah;
keluarga tidak perlu tahu. Bila keluarga tahu, itu amat memalukan. Sayangnya,
karena kurang membaca situasi, referensi dan motivasi; yang dirasakan mereka
justru membuat mereka makin galau. Inginnya ditanya, tetapi tidak ada yang
bertanya. Inginnya disapa, tetapi tidak ada yang menyapa. Galau tingkat tinggi
maka larinya menjadi bucin alias budak cinta. Jadilah mereka mencari tambatan
hati dan muncullah pernyataan “Hanya dia satu-satunya yang bisa mengerti”, seperti
penggalan dari kisah-kisah roman. Begitulah anak muda, dibilang masih kecil;
badan mereka bongsor-bongsor, tetapi di kelas senangnya berkejaran satu dengan
yang lain, atau menjaili temannya dengan mengambil pulpen yang tergeletak
sebentar. Kenangan terindah bersama mereka tak pernah luntur dalam ingatan
seorang wali kelas.
Baca tulisan ini membuat saya teringat gelombang cinta..
BalasHapusHehehe
Hebat Bu
Ayo Terus Menulis
Terimakasih pak. jadi semangat belajar.
HapusWali kelas favorit nih
BalasHapusMasih belajar bu, banyak yang kurang ternyata.
BalasHapusJetcoster kehidupan keren bu
BalasHapusTerimakasih komentarnya, Bu Rita Wati. Semoga saya bisa menyelesaikan menulis.
BalasHapusAhay, seperti ada yang belum selesai. Cerita diawali dengan kata "Awalnya menyenangkan, bla...bla...bla. Terus kubaca hingga akhir. Kok datar saja. Ah, pandainya ibu ini mengelabui agar aku membaca hingga akhir cerita. Hehehr...
BalasHapusMungkin kebiasaanku menggambarkan kejadian berkebalikan dengan kata "awalnya" mendorongku untuk menyelesaikan cerita.
betul bu, wali kelas pasti jadi orang terdekat di sekolah dg anak2, semangat ya bu
BalasHapus